Just Write

  • November 27, 2017
  • By Ayu Fitri Septina
  • 0 Comments

Aku Tidak Punya Masalah? Punya, Sayang
           
Seorang teman pernah berkata kepadaku,”Yu, aku ingin hidup kaya kamu. Kayanya kamu nggak pernah punya masalah.” Waktu itu aku cuma tersenyum saja, memilih diam tidak menanggapi celotehannya. Sayang, sini duduk bersamaku. Baca tulisanku ini sejenak, karena aku lebih suka menuliskannya daripada harus berbicara.
Sayang...
            Siapa bilang aku tidak punya masalah? Tuh lihat diaryku. Selain bekas bercak air mata, kamu akan menemukan semua kisah dan masalahku di sana. Udah jadi satu buku sendiri loh sayang, yakin masih mau hidup ‘seperti aku’? “Tapi kayanya kamu kelihatan tenang gitu, cengengas cengenges kaya nggak ada yang dipikirin?” Itu kenapa kadang aku kepingin jadi artis aja sayang, mungkin bakatku memang bersandiwara (gubrak!)
Sayang...
Aku terlihat seperti itu karena aku memang memutuskan untuk begitu. Berusaha tampak baik-baik saja meski dalam hati berat luar biasa. Sepanjang hari mungkin aku masih bisa tersenyum, tertawa. Tapi siapa yang tau, menjelang tidur aku justru berderai air mata? Sayang, aku memang bukan tipe orang yang suka menceritakan masalahku pada orang lain. Bukan tidak suka sih, tapi memang tidak ingin. Ada satu peristiwa dalam hidupku yang membuatku memutuskan untuk tidak mempercayai orang lain lagi—terkait dengan masalah loh, ya. Sayang, kadang sebagian dari mereka tidak benar –benar mendengarkan. Atau justru ada yang di depan kita seolah mendengarkan, tapi di belakang menertawakan. Kuharap kamu tidak akan merasakannya sayang, itu sungguh sakit J
Tentu ada, sahabat-sahabat yang benar-benar peduli, mendengarkan sepenuh sungguh, lantas turut berempati—terimakasih untuk mereka . Tapi bagiku, tetap ada masalah yang cukup aku dan Tuhan saja yang tau. Sejak saat itu aku memutuskan untuk menutup rapat semua masalahku, menceritakan hanya kepada yang Maha Mendengarkan. Percaya atau tidak, orang yang benar-benar tau segala kisah dan masalahku hanya Si Kakak (casuam, hihi aamiin). Sengaja kuceritakan semuanya ketika dia berniat ‘masuk’  dalam hidupku, dan memberinya pilihan untuk tetap maju, atau kupersilahkan mundur seandainya dia berkeberatan dengan kehidupanku.
Sayang...
Aku tidak bermaksud menggurui, aku hanya ingin berbagi rasa. Aku tidak akan membahas  agama atau bagaimana hubungan kita dengan Tuhan. Tapi nasihat itu memang benar, disaat masalah menerpa akan jauh lebih baik keadaannya jika kita mau mendekat. Mengoreksi diri, apakah masalah ini ujian atau azab. Itu jelas tidak akan membuat masalah kita selesai dalam sekejap, tapi itu akan membuat kita lebih baik dalam menyikapinya.
Itu, sayang...
Jawaban dari pernyataan yang pernah diungkapkan seorang teman, “liat kamu sholat itu kaya enak gitu ya, Yu. Ngalir, dinikmati, lama...” Iya. Aku memang sengaja berlama-lama saat mendirikan sholat (karena aku muslim), bahkan ada dua hal yang paling tidak kusukai. Diburu-buru saat sholat dan makan.
 Sayang, jika kau mengira sholatku lama karena kecintaanku terhadap Tuhan—itu sungguh ketinggian, karena aku bahkan masih belum mampu mendefinisikan makna cinta terhadap Tuhan (belum sampai kesana levelnya :D).
Sayang, aku butuh sholat untuk tetap hidup. Sama seperti aku membutuhkan oksigen untuk bernafas. Dalil ‘mintalah pertolongan dengan sabar dan sholat’, benar-benar kugigit dan kujadikan salah satu dari sekian prinsip yang kupegang dalam hidup. Dengan sholat, aku pribadi—dan kuyakin kalian juga, menjadi lebih kuat. Energi yang dialirkan lewat sholat menimbulkan ketenangan, sehingga kita mampu menghadapi masalah dengan kepala dingin.
Pernah sampai tergugu dalam sholat kalian? Meneteskan air mata saat sujud, merasa semua masalah yang ada di pundak ikut luruh? Dan apa yang kalian rasakan setelahnya? Lega bukan? Seperti setelah kita curhat pada manusia. Sayang, seberapapun beratnya, kita masih punya sandaran. Sumber kekuatan yang haqiqi untuk meneguhkan hati (untukku pribadi juga sumber kekuatan untuk tidak menceritakan pada orang lain). Salah satu metodeku ya, sholat itu.
Dan, sabar...
Sayang, masih ingin hidup ‘seperti aku?’ Kuberi bocoran, sungguh butuh stok sabar yaaaaaaangg luar biasa buuuaanyaaak, untuk bisa membuatku tetap ‘waras’. Setiap pagi aku bahkan selalu menggumamkan pada diriku sendiri, “take a deep breath Ayu, semuanya tidak seburuk seperti yang kau bayangkan.” Untuk kemudian dibantah oleh entah apa, “atau lebih buruk dari yang kau bayangkan...”
Sabar itu tidak bisa diperoleh instan, butuh banyak dan selalu belajar. Ujiannya sering mendadak tanpa pemberitahuan apalagi kisi-kisi. Setiap masalah yang datang adalah ujiannya. Aku kadang berfikir, kenapa ada lagi dan lagi masalah? Apa mungkin aku belum lulus ujian sabar? Padahal perasaan sabarku sudah sampai ubun-ubun. Ya, mungkin Tuhan ingin menunjukkan bahwa sabar itu memang tidak ada batasnya.
Itu juga sayang...
Jawaban jika kau bertanya tentang Senin Kamisku (tidak ada maksud riya’). Jika ada yang bilang aku rajin puasa biar ‘manglingi’ nanti di hari H, biar awet muda, biar kurus, maaf sayang, pemikiran seperti itu menurutku terlalu dangkal—maaf. Kenapa aku puasa? Juga karena aku butuh itu, sayang. Dengan puasa, kekuatanku untuk bersabar menjadi ganda. Ini adalah latihan sabar paling sederhana—menurut versiku. Dengan puasa kita dituntut untuk—setidaknya sabar makan dan minum, sampai nanti maghrib. Sabar untuk marah, meski emosi kita sudah di puncaknya. Sayang, sabar itu sumber kekuatan. Sama-sama dibutuhkan seperti kita butuh air untuk minum.
Sayang, sungguh tanpa keduanya, sholat dan sabar itu, mungkin aku sudah gila daridulu...
            Masih ada satu yang membuatku tampak baik-baik saja, dan aku tidak pernah mengabaikan ini. Membaca, sayang... Firman pertama yang turun, iqro’!
Dengan membaca kita bisa begitu banyaaak belajar. Dari novel misalnya, kita bisa mempelajari karakter tokoh masing-masing yang tentunya berbeda sifat. Itu sama halnya dengan mempelajari sifat manusia. Mengambil amanat dari apa yang kita baca juga termasuk proses belajar. Selain itu membaca dikatakan juga mampu mengasah kepekaan emosi seseorang terhadap lingkungan sekitarnya. Sayang... books are soul nutrition. Membaca sudah seperti endorfin untukku, mampu menenangkan jiwa yang gusar karena masalah.
Sayang...
            Sekarang aku tidak meminta ini itu lagi kepada Tuhan. Aku hanya meminta agar aku bisa menyikapi dengan benar setiap keadaan yang tengah berlaku dalam hidupku. Mampu bersabar di kala susah, dan bisa bersyukur saat diberi kelebihan.   

That’s all, Sayang...

You Might Also Like

0 comments