Aku Tidak Punya Masalah?
Punya, Sayang
Seorang teman
pernah berkata kepadaku,”Yu, aku ingin hidup kaya kamu. Kayanya kamu nggak
pernah punya masalah.” Waktu itu aku cuma tersenyum saja, memilih diam tidak
menanggapi celotehannya. Sayang, sini duduk bersamaku. Baca tulisanku ini
sejenak, karena aku lebih suka menuliskannya daripada harus berbicara.
Sayang...
Siapa bilang aku tidak punya masalah? Tuh lihat diaryku.
Selain bekas bercak air mata, kamu akan menemukan semua kisah dan masalahku di
sana. Udah jadi satu buku sendiri loh sayang, yakin masih mau hidup ‘seperti
aku’? “Tapi kayanya kamu kelihatan tenang gitu, cengengas cengenges kaya nggak
ada yang dipikirin?” Itu kenapa kadang aku kepingin jadi artis aja sayang,
mungkin bakatku memang bersandiwara (gubrak!)
Sayang...
Aku terlihat
seperti itu karena aku memang memutuskan untuk begitu. Berusaha tampak
baik-baik saja meski dalam hati berat luar biasa. Sepanjang hari mungkin aku
masih bisa tersenyum, tertawa. Tapi siapa yang tau, menjelang tidur aku justru
berderai air mata? Sayang, aku memang bukan tipe orang yang suka menceritakan
masalahku pada orang lain. Bukan tidak suka sih, tapi memang tidak ingin. Ada
satu peristiwa dalam hidupku yang membuatku memutuskan untuk tidak mempercayai
orang lain lagi—terkait dengan masalah loh, ya. Sayang, kadang sebagian dari
mereka tidak benar –benar mendengarkan. Atau justru ada yang di depan kita
seolah mendengarkan, tapi di belakang menertawakan. Kuharap kamu tidak akan
merasakannya sayang, itu sungguh sakit J
Tentu ada,
sahabat-sahabat yang benar-benar peduli, mendengarkan sepenuh sungguh, lantas
turut berempati—terimakasih untuk mereka . Tapi bagiku, tetap ada masalah yang
cukup aku dan Tuhan saja yang tau. Sejak saat itu aku memutuskan untuk menutup
rapat semua masalahku, menceritakan hanya kepada yang Maha Mendengarkan.
Percaya atau tidak, orang yang benar-benar tau segala kisah dan masalahku hanya
Si Kakak (casuam, hihi aamiin). Sengaja kuceritakan semuanya ketika dia berniat
‘masuk’ dalam hidupku, dan memberinya
pilihan untuk tetap maju, atau kupersilahkan mundur seandainya dia berkeberatan
dengan kehidupanku.
Sayang...
Aku tidak
bermaksud menggurui, aku hanya ingin berbagi rasa. Aku tidak akan membahas agama atau bagaimana hubungan kita dengan
Tuhan. Tapi nasihat itu memang benar, disaat masalah menerpa akan jauh lebih
baik keadaannya jika kita mau mendekat. Mengoreksi diri, apakah masalah ini
ujian atau azab. Itu jelas tidak akan membuat masalah kita selesai dalam
sekejap, tapi itu akan membuat kita lebih baik dalam menyikapinya.
Itu, sayang...
Jawaban dari
pernyataan yang pernah diungkapkan seorang teman, “liat kamu sholat itu kaya
enak gitu ya, Yu. Ngalir, dinikmati, lama...” Iya. Aku memang sengaja
berlama-lama saat mendirikan sholat (karena aku muslim), bahkan ada dua hal
yang paling tidak kusukai. Diburu-buru saat sholat dan makan.
Sayang, jika kau mengira sholatku lama karena
kecintaanku terhadap Tuhan—itu sungguh ketinggian, karena aku bahkan masih
belum mampu mendefinisikan makna cinta terhadap Tuhan (belum sampai kesana
levelnya :D).
Sayang, aku butuh
sholat untuk tetap hidup. Sama seperti aku membutuhkan oksigen untuk bernafas.
Dalil ‘mintalah pertolongan dengan sabar dan sholat’, benar-benar kugigit dan
kujadikan salah satu dari sekian prinsip yang kupegang dalam hidup. Dengan
sholat, aku pribadi—dan kuyakin kalian juga, menjadi lebih kuat. Energi yang
dialirkan lewat sholat menimbulkan ketenangan, sehingga kita mampu menghadapi
masalah dengan kepala dingin.
Pernah sampai
tergugu dalam sholat kalian? Meneteskan air mata saat sujud, merasa semua
masalah yang ada di pundak ikut luruh? Dan apa yang kalian rasakan setelahnya?
Lega bukan? Seperti setelah kita curhat pada manusia. Sayang, seberapapun
beratnya, kita masih punya sandaran. Sumber kekuatan yang haqiqi untuk
meneguhkan hati (untukku pribadi juga sumber kekuatan untuk tidak menceritakan
pada orang lain). Salah satu metodeku ya, sholat itu.
Dan, sabar...
Sayang, masih
ingin hidup ‘seperti aku?’ Kuberi bocoran, sungguh butuh stok sabar yaaaaaaangg
luar biasa buuuaanyaaak, untuk bisa membuatku tetap ‘waras’. Setiap pagi aku
bahkan selalu menggumamkan pada diriku sendiri, “take a deep breath Ayu,
semuanya tidak seburuk seperti yang kau bayangkan.” Untuk kemudian dibantah
oleh entah apa, “atau lebih buruk dari yang kau bayangkan...”
Sabar itu tidak
bisa diperoleh instan, butuh banyak dan selalu belajar. Ujiannya sering
mendadak tanpa pemberitahuan apalagi kisi-kisi. Setiap masalah yang datang
adalah ujiannya. Aku kadang berfikir, kenapa ada lagi dan lagi masalah? Apa
mungkin aku belum lulus ujian sabar? Padahal perasaan sabarku sudah sampai
ubun-ubun. Ya, mungkin Tuhan ingin menunjukkan bahwa sabar itu memang tidak ada
batasnya.
Itu juga sayang...
Jawaban jika kau
bertanya tentang Senin Kamisku (tidak ada maksud riya’). Jika ada yang bilang
aku rajin puasa biar ‘manglingi’ nanti di hari H, biar awet muda, biar kurus, maaf
sayang, pemikiran seperti itu menurutku terlalu dangkal—maaf. Kenapa aku puasa?
Juga karena aku butuh itu, sayang. Dengan puasa, kekuatanku untuk bersabar
menjadi ganda. Ini adalah latihan sabar paling sederhana—menurut versiku.
Dengan puasa kita dituntut untuk—setidaknya sabar makan dan minum, sampai nanti
maghrib. Sabar untuk marah, meski emosi kita sudah di puncaknya. Sayang, sabar
itu sumber kekuatan. Sama-sama dibutuhkan seperti kita butuh air untuk minum.
Sayang, sungguh tanpa
keduanya, sholat dan sabar itu, mungkin aku sudah gila daridulu...
Masih ada satu yang membuatku tampak baik-baik saja, dan
aku tidak pernah mengabaikan ini. Membaca, sayang... Firman pertama yang turun,
iqro’!
Dengan membaca
kita bisa begitu banyaaak belajar. Dari novel misalnya, kita bisa mempelajari
karakter tokoh masing-masing yang tentunya berbeda sifat. Itu sama halnya
dengan mempelajari sifat manusia. Mengambil amanat dari apa yang kita baca juga
termasuk proses belajar. Selain itu membaca dikatakan juga mampu mengasah
kepekaan emosi seseorang terhadap lingkungan sekitarnya. Sayang... books are
soul nutrition. Membaca sudah seperti endorfin untukku, mampu menenangkan jiwa
yang gusar karena masalah.
Sayang...
Sekarang aku tidak meminta ini itu lagi kepada Tuhan. Aku
hanya meminta agar aku bisa menyikapi dengan benar setiap keadaan yang tengah
berlaku dalam hidupku. Mampu bersabar di kala susah, dan bisa bersyukur saat
diberi kelebihan.
That’s all, Sayang...