Goresan Cinta Untukmu yang Terbaring di Belahan Bumi Lain

  • November 19, 2017
  • By Ayu Fitri Septina
  • 0 Comments

Babe..
Aku merindukanmu. Tiada kata-kata yang bisa kutuangkan untuk mewakili rasa rinduku padamu, kerinduan yang setiap detik menelikung hatiku. Sengaja kutulis ini untukmu, sebagai tanda perpisahan yang tidak sempat kuucapkan. Kuharap malaikat-Nya yang suci sudi membacakan goresan cinta dari putrimu ini, sebagai pengantar dalam lelapnya istirahat panjangmu.

Be..
                Apa kabarmu? Belum genap satu bulan kau pergi, tapi aku merasa seolah waktu seabad sudah kulalui. Sampai saat ini aku masih belum percaya bahwa kau benar-benar telah tiada. Bagaimanalah aku mampu, Be? Sementara bayangmu, suaramu, bahkan aroma tubuhmu masih memenuhi rongga-rongga otak dan hati. Bagaimana aku bisa menerima bahwa kau telah pergi dan tidak akan pernah kembali?
Tiada kusangka, tiga bulan yang lalu menjadi pertemuan terakhirku denganmu. Terakhir kali aku bisa mencium tanganmu. Terakhir kali kau berpesan padaku, tentu dengan senyum teduhmu, “hati-hati Nok, jaga dirimu”. Andai aku tahu Be, tidak akan kubiarkan kau berangkat ke negeri Jiran itu. Kita habiskan waktu tiga bulan terakhirmu bersama-sama, akan kumasakkan apapun yang kau suka, kutemani kemana saja kau ingin pergi. Kenapa aku tidak bisa merasa, bahwa kau sudah sangat lelah dengan segala hiruk pikuk dunia ini? Bahkan memutihnya rambutmu belum bisa membuatku tau, bahwa kau telah begitu penat dan ingin beristirahat..

Tibalah hari itu, Be. Hari dimana kau bilang ingin pulang. 20 Oktober 2016, Kamis yang paling kelam dalam hidupku. Setelah dua hari sebelumnya kau mengabarkan tidak enak badan, lalu segera kusuruh kau periksa, minum obat, istirahat, dan masih kuingat jawabanmu yang begitu melegakanku “ya Nok”. Sungguh, aku tidak pernah mengira bahwa itu adalah percakapan terakhir kita, lantas selanjutnya kau bahkan tak ingin bicara lagi karena sakitmu.
Sore itu Izroil menjemputmu, merenggutmu dariku. Betapa masih terngiang jelas di telingaku, hela nafas terakhirmu yang begitu berat namun terasa damai, karena kau berhasil memenuhinya Be, memenuhi janji dan kesaksian manusia kepada Illahnya. Laailahaillallah.. Kalimat itu menjadi kalimat terakhir yang kau ucapkan sebelum ruhmu terpisah dari raga. Berbahagialah Be, meski hanya bisa kudengar melalui telfon dari Abang karena kau jauh di seberang sana, namun aku tau kau pergi dengan ridho semesta. Andai aku disampingmu saat itu..


Be..
                Kepergianmu meninggalkan luka menganga. Kehilanganmu begitu menyakitkan, seakan seribu sembilu menghujam tubuhku. Perih. Tertatih. Entah sampai kapan semua ini akan terobati, mungkin hanya waktulah yang mampu menjawab. Taukah kau Be? Menjelang detik-detik terakhirmu kupanjatkan doa, diiringi derai air mata aku meminta agar Dia merubah guratan takdirNya untuk mengambilmu, akan kutukar dengan apapun sebagai gantinya Be, apapun! Tapi sepertinya Dia tidak mau tau, Be. Dia tetap memanggilmu.  Aku merutuk langit. Aku sungguh marah padaNya. Bagaimana tidak? Dia menjemputmu di belahan bumi yang begitu jauh, bahkan tidak memberiku kesempatan untuk melihat dan menemanimu di saat-saat terakhir. Namun kini aku sadar Be, aku tidak boleh terlalu lama marah pada Dia yang menjadi tempat kembalimu, tempat kembali kita semua. Aku akan belajar menerima..

Be..
                Sudahkah kau tidur beralaskan dipan-dipan dari yaqut dan marjan seperti firmanNya dalam kitab suci yang senantiasa kau baca? Atau sudahkah kau berada di suatu tempat yang dibawahnya mengalir sungai-sungai dari mata air surga? Nikmatilah Be, nikmatilah sebagai ganti kenikmatan dunia yang tidak pernah kau kecap karena kau selalu mendahulukan keluargamu. Makanlah apa saja yang kau mau Be, aku tidak akan mengatur dan melarang kau makan ini itu lagi :’D
Aku selalu menangis dan tersenyum setiap kali mengenangmu, Be. Mengenang pembicaraan kita akhir-akhir ini. Obrolan yang selalu berujung pada pernikahan. Ya. Pernikahanku, putri bungsumu satu-satunya yang manja dan sekarang telah beranjak dewasa. Kepulangan terakhirmu menjadi titik temu bagi jalan takdirku Be, ketika kau katakan “kamu tidak salah pilih Nok”, tentang lelaki yang telah mencuri hati putrimu ini. Sungguh tidak pernah kusangka jika kau tidak akan ada di hari itu, Be. Bukankah kau berkata, kau sendirilah yang akan menjabat tangan lelakiku dalam perjanjian sakral itu? Bukankah kau berjanji, kau sendiri yang akan melantunkan ayat-ayat cintaNya dengan suara merdumu sebagai hadiah pernikahanku? Tinggal satu langkah lagi Be, sebentar lagi. Tapi rupanya kau sudah tidak punya waktu untuk menunggu. Baru kali ini kau tidak memenuhi permintaanku, Be..
Kupikir aku masih bisa sedikit berdebat canda denganmu, tentang bagaimana nanti konsep pernikahanku, kau yang ingin acaranya sederhana saja, sedang aku sebaliknya. Meski aku tau perdebatan itu tidak ada artinya, karena pada akhirnya kau pasti akan berkata, “terserah kamu saja Nok, babe ngikut”, sambil tertawa. Kukira aku masih bisa cerewet memilihkan baju mana yang harus kau kenakan nanti saat ijab qabulku, jas ungu favoritmu atau abu-abu pilihanku, dimana aku selalu berdalih kau akan tampak lebih tampan dengan warna itu. Be, percayalah dimataku kau selalu terlihat tampan. Bahkan disaat kau mengenakan kain kafan pun, kau sungguh masih amat tampan..

Be..
                Maafkan aku. Maafkan aku yang seringkali mengabaikan telfon darimu karena kesibukanku. Maafkan aku yang bahkan jarang sekali membalas pesanmu. Maafkan aku yang acapkali membantah kata-katamu, termasuk saat kau ingin aku memasak untukmu. Maaf dihari-hari terakhirmu aku justru mengeluhkan semua tentang pekerjaanku, yang kau jawab dengan sebuah nasihat, “sabar Nok, Allah bersama orang yang sabar”. Maaf jika putrimu ini belum mampu menjadi seperti yang kau minta Be, meski sungguh kau tidak pernah meminta..

Be..
                Sampaikah doa-doa yang kukhususkan untukmu tiap usai sholatku? Hanya itu yang kini bisa kupersembahkan sebagai ungkapan terima kasihku. Terimakasih Be, karena telah menjadikan 23 tahun hidupku laksana seorang putri dalam istana kecilmu. Terimakasih untuk semua nasihat dan petuahmu. Terimakasih atas segala hal yang kau ajarkan. Beristirahatlah dengan tenang Be, aku ikhlas melepasmu. Aku akan menyelesaikan kisahku, meski kini harus tanpamu. Bukankah hidup ini akan terus berjalan dengan ataupun tanpa seseorang yang kita sayangi?

Selamat hari ayah, Be..
Ketahuilah tiada hal yang lebih membanggakan bagiku selain menjadi putrimu. Andai aku terlahir lagi dan lagi ke dunia ini dengan sejuta pilihan dariNya, aku tidak peduli! Aku akan tetap memilih untuk menjadi putrimu. Meski kini kau terbaring di belahan bumi lain yang begitu jauh, namun aku akan berusaha agar aku bisa mengucapkan hari ayah ini di pembaringan damaimu, Be. B
ersimpuh dan tersedu memeluk pusaramu..
Senja ini hujan, Be. Tepat saat goresan cinta untukmu ini selesai. Senyum terakhirmu selalu terbayang di pelupuk mata. Bahkan terukir di megahnya pesona langit senja, yang meski berselimut kelam namun bagiku tetap menawan.
Babe.. Selamat beristirahat. Tugasmu di dunia ini telah tunai. Jika kau bertemu Dia, mintalah agar kelak kita disatukan kembali di suatu tempat yang di dalamnya tiada luka dan air mata, suatu tempat yang bernama surga. Berjanjilah satu hal Be, berjanjilah kita akan bertemu disana..
Teriring beribu doa di gerimis senja,

Putrimu,

You Might Also Like

0 comments